Jual Beli Mulamasah, Munabadzah, Hashah, Muhaqalah
JUAL BELI MULAMASAH
Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Mulamasah secara bahasa adalah sighah (bentuk) مُفَاعَلَة dari kata لَمَسَ yang berarti menyentuh sesuatu dengan tangan.
Sedangkan pengertian mulamasah secara syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh, maka kain tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian.”
Jual beli ini bathil dan tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) para ulama akan rusaknya jual beli seperti ini.
Imam al-Bukhari dan Muslim رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ فِي الْبَيْعِ.
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mulamasah dan munaba-dzah dalam jual beli.”
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahiih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “(Jual beli mulamasah), yaitu masing-masing dari dua orang menyentuh pakaian milik temannya tanpa ia perhatikan dengan seksama.”
Jual beli ini tidak layak dengan dua sebab:
1. Adanya jahalah (ketidakjelasan barang)
2. Masih tergantung dengan syarat.
Syaratnya ialah seorang pedagang berkata, “Aku jual pakaian yang engkau sentuh dari pakaian-pakaian ini.”
Masuk dalam larangan ini semua barang, maka tidak boleh membeli sesuatu dengan cara mulamasah karena adanya dua sebab yang sudah disebutkan tadi, baik barang tersebut berupa pakaian atau yang lainnya.
JUAL BELI MUNABADZAH
Kata al-Munabadzah secara bahasa diambil dari kata اَلنَّبْذُ yang berarti melempar, jadi kata مُنَابَذَة adalah shighah مُفَاعَلَة dari النَّبْذُ.
Sedangkan kata munabadzah secara syar’i berarti seseorang berkata, “Kain mana saja yang kamu lemparkan kepadaku, maka aku membayar-nya dengan harga sekian,” tanpa ia melihat kepada barang tersebut.
Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah memberi definisi jual beli Munabadzah, “Yaitu masing-masing pihak melempar (menawarkan) pakaiannya kepada temannya dan masing-masing mereka tidak melihat pakaian temannya.”
Jual beli ini tidak sah disebabkan dua ‘illat (alasan), yaitu:
1. Adanya ketidakjelasan barang
2. Barang yang dijual masih tergantung pada syarat, yaitu apabila kain tersebut dilemparkan kepadanya.
Dan masuk dalam kategori ini semua jenis barang, berdasarkan perkataan, “Barang apa saja yang engkau lemparkan kepada saya, maka saya wajib membayarnya dengan harga sekian.” Jual beli seperti ini tidak boleh.
Jual beli ini dilarang oleh syari’at, karena gambaran jual beli seperti ini akan mengundang perselisihan dan permusuhan antara kedua belah pihak.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُزَابَنَةِ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah, mukhadharah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.”
JUAL BELI HASHAH
اَلْحَصَاة adalah bentuk jamak dari kata اَلْحَصَى yang berarti kerikil. Mereka (ahli bahasa) berkata, “Bahwa kalimat بَيْعُ الْحَصَاة termasuk dalam kategori idhafah (menyandarkan) mashdar (kata dasar) kepada macamnya.”
Makna jual beli dengan cara melempar kerikil, yaitu seorang penjual berkata kepada pembeli, “Lemparkan kerikil ini, di mana saja kerikil ini jatuh, maka itulah batas akhir tanah yang engkau beli.”
Jual beli seperti ini hukumnya haram dan termasuk jual beli Jahiliyyah. Dan menurut mereka (para ulama) jual beli dengan cara ini tidak hanya berlaku untuk barang berupa tanah saja, namun bisa juga semua barang yang bisa dilempar dengan kerikil, baik berupa jual beli kambing, pakaian, makanan ataupun yang lainnya.
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan jual beli gharar.”
Adanya larangan di sini menunjukkan adanya pengharaman, sebagaimana menunjukkan kerusakkan, yaitu rusaknya jual beli. Hal itu disebabkan adanya dua hal:
- Adanya jahalah (ketidakjelasan barang).
- Adanya unsur penipuan.
JUAL BELI MUHAQALAH
Al-Muhaqalah diambil dari kata اَلْحَقْل yang berarti ladang, di mana hasil pertanian masih berada di ladang. Maksud dari jual beli muhaqalah yaitu menjual biji-bijian (seperti gandum, padi dan lainnya) yang sudah matang yang masih di tangkainya dengan biji-bijian yang sejenis.
Pada jual beli model ini terkumpul dua hal yang terlarang, yaitu:
- Adanya ketidakjelasan kadar pada barang yang dijualbelikan.
- Padanya terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua barang yang dijualbelikan. Padahal ketentuan syar’i dalam hal ini adalah, “Bahwa ketidakpastian adanya kesamaan (antara dua barang yang dijual-belikan) sama seperti mengetahui secara pasti adanya tafadhul (melebihkan salah satu barang yang ditukar) dalam hal hukum.”
Ketidakjelasan di sini karena biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya (beratnya) secara pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.
Adapun adanya unsur riba di sini karena jual beli biji-bijian dengan biji-bijian yang sejenis dengannya tanpa adanya takaran syar’i yang sudah diketahui akan menyebabkan ketidakjelasan pada sesuatu.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُزَابَنَةِ.
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah, munabadzah, mulamasah, dan muzabanah.”
[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4037-jual-beli-mulamasah-munabadzah-hashah-muhaqalah.html